Pekanbaru – 9 Oktober 2025, polemik pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Kota Pekanbaru Tahun 2025 pada 30 September lalu terus bergulir dan menimbulkan banyak pertanyaan. Setelah mencuat dugaan bahwa rapat paripurna pengesahan tidak memenuhi syarat kuorum serta adanya dugaan pemalsuan tanda tangan anggota DPRD, kini Sekretaris Dewan (Sekwan) Hambali Nanda Manurung turut dipanggil oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru pada Selasa (7/10/2025).
Pemanggilan tersebut memicu berbagai spekulasi di tengah masyarakat. Sumber internal yang dapat dipercaya menyebutkan bahwa pemanggilan Sekwan Hambali berkaitan dengan dugaan adanya penyimpangan dalam proses pengesahan anggaran, di mana nilai APBD-P meningkat signifikan dari Rp2,9 triliun menjadi Rp3,2 triliun.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, rapat paripurna pengesahan APBD-P yang digelar pada Selasa malam (30/9/2025) disebut tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, keputusan DPRD hanya sah apabila dihadiri minimal dua pertiga dari jumlah anggota ditambah satu.
Dengan total 50 anggota DPRD Pekanbaru, kehadiran fisik minimal 34 anggota diperlukan agar paripurna sah secara hukum.
Namun, sumber internal menyebut hanya 31 anggota yang hadir secara fisik dan menandatangani daftar hadir. Tiga nama lainnya tidak hadir, namun tanda tangannya muncul dalam daftar absen.
Dugaan pemalsuan tanda tangan ini membuat rapat tersebut bukan hanya cacat formil, tetapi juga berpotensi mengandung unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
Selain persoalan quorum, substansi APBD-P juga menimbulkan tanda tanya serius. Berdasarkan kemampuan keuangan daerah, Pemko Pekanbaru hanya sanggup di angka Rp2,9 triliun.
Namun dalam proses pengesahan, nilai tersebut tiba-tiba dinaikkan menjadi Rp3,2 triliun. Selisih Rp300 miliar ini disebut-sebut menjadi ruang kompromi antara pihak eksekutif dan pimpinan DPRD.
Beberapa sumber internal menyebut kenaikan tanpa dasar perhitungan fiskal yang jelas itu berkaitan dengan pengaturan proyek fisik dan kegiatan tertentu menjelang akhir tahun anggaran.
Apakah benar adanya deal deal politik dan pengaturan proyek oleh Pimpinan DPRD dan Pemkot Pekanbaru? dan apakah pemanggilan Sekwan DPRD oleh Kejari Pekanbaru terkait Pengesahan APBD-P? Waktu akan menjawabnya.
Sementara itu Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Riau, Zulwisman SH MH, menegaskan bahwa dugaan pelanggaran ini tidak bisa dianggap sepele.
“Kalau quorum tidak terpenuhi dan pembahasan tidak dilakukan sesuai tahapan, maka proses pengesahan itu cacat formil,” tegasnya.
Di tengah situasi ini, pemanggilan Sekwan DPRD Hambali Nanda Manurung oleh Kejari Pekanbaru menambah panas isu tersebut. Pemanggilan yang dilakukan selasa 07 Oktober 2025 itu dikabarkan berkaitan dengan pemeriksaan administrasi dan dokumen keuangan di lingkungan DPRD serta isu pengesahan APBD-P 2025.
Namun hingga kini, pemanggilan tersebut masih menjadi misteri. Tak satu pun pejabat memberi keterangan resmi terkait pemanggilan tersebut.
Sumber internal DPRD yang tidak mau disebutkan namanya, menyebut posisi Sekwan sangat krusial karena bertanggung jawab atas administrasi rapat dan seluruh dokumen resmi dewan.
“Kalau absensi dan notulen ditelusuri, akan kelihatan siapa yang bermain,” ujarnya singkat.
Ketua DPRD Pekanbaru, M. Isa Lahamid, saat dimintai tanggapan, mengaku tidak ingin berspekulasi sebelum ada bukti resmi. Namun ia menegaskan, jika benar ada anggota dewan yang merasa tanda tangannya dipalsukan, maka hal itu bisa ditindaklanjuti secara hukum.
“Kalau ada dewan yang merasa tanda tangannya dipalsukan, mereka berhak menuntut agar tanda tangannya dibatalkan,” pungkas Isa Lahamid.
Terkait pertanyaan mengenai dugaan penggelembungan APBD Perubahan, Ketua DPRD Isa Lahamid memilih tidak memberikan jawaban langsung. Ia hanya menyampaikan bahwa berdasarkan konfirmasi ke sekretariat, jumlah anggota dewan yang tercatat hadir sebanyak 36 orang.
“Kemarin ada juga wartawan yang tanya. Setelah saya konfirmasi ke sekretariat, absensi kehadiran sebanyak 36 orang,” jelasnya.
“Ya, 31 + 3 = 34, sementara yang benar 36,” tambahnya.
Desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan kini semakin kuat. Sejumlah aktivis antikorupsi menilai praktik kompromi dalam penetapan APBD-P bisa termasuk kategori penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi politik anggaran.
Mereka mendorong agar KPK melakukan telaah awal, karena dugaan pelanggaran tidak hanya terjadi dalam aspek administratif, tetapi juga dalam penyusunan dan pengesahan anggaran yang berpotensi merugikan keuangan daerah.
Seruan keras juga datang dari organisasi masyarakat (SATU GARIS). Sekretaris Jenderal SATU GARIS, Afrizal Amd CPLA, meminta KPK untuk segera turun mengusut dugaan manipulasi dan pelanggaran hukum dalam pengesahan APBD-P Pekanbaru 2025.
“KPK tidak boleh diam. Ini persoalan serius yang menyangkut uang rakyat dan moralitas pejabat publik. Jika benar ada permainan angka dan tanda tangan palsu, itu sudah masuk ranah pidana dan harus diusut sampai tuntas,” tegas Afrizal.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Pemprov Riau, Yan Dharmadi, saat dikonfirmasi mengaku pihaknya belum menerima dokumen resmi APBD-P Pekanbaru 2025 dari Pemko.
“Kami belum bisa memberikan tanggapan karena dokumennya belum sampai ke kami,” ujarnya singkat.
Di tengah berbagai dugaan pelanggaran tersebut, publik mulai mempertanyakan moralitas pejabat daerah dalam mengelola keuangan rakyat.
“Dalam hal menyusun anggaran saja sudah tidak benar, apalagi dalam hal penggunaannya,” ujar Fadli salah satu warga Pekanbaru.
Kini, masyarakat menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum. Jika dugaan pemalsuan tanda tangan dan manipulasi anggaran terbukti, maka bukan hanya rapat paripurna yang cacat hukum, tetapi juga kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif dan eksekutif akan runtuh.
Sebaliknya, jika semua pihak terus memilih diam, maka dugaan skandal APBD-P Pekanbaru 2025 ini akan menjadi potret suram tata kelola pemerintahan daerah di mana hukum dan moralitas seolah tunduk di bawah meja kekuasaan.
Disclaimer:
Berita ini disusun berdasarkan hasil penelusuran data, dokumen, serta konfirmasi dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Seluruh pihak yang disebut dalam pemberitaan ini berhak memberikan klarifikasi atau hak jawab sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Redaksi akan memuat tanggapan resmi dari pihak terkait apabila disampaikan secara terbuka.










